PERUBAHAN REGULASI TERKAIT PENGALOKASIAN LAHAN BAGI PENATAAN INVESTASI
Pada 22 Juli 2024 yang lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 138) diubah sebagai berikut:
- Perubahan pada Pasal 1, di mana di antara angka 5 dan angka 6 Pasal 1 disisipkan 2 (dua) angka yaitu angka 5a dan angka 5b, kemudian antara angka 6 dan angka 7 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka yaitu angka 6a.
- Perubahan pada Pasal 12 dan Pasal 13.
- Penambahan 3 (tiga) pasal di antara Pasal 5 dan Pasal 6.
Adapun penambahan pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1 Angka 5a: Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
Pasal 1 Angka 5b: Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Batubara.
Pasal 1 Angka 6a: Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK yang selanjutnya disebut WIUPK adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
Kemudian, pada Pasal 5, terdapat penambahan 3 (tiga) pasal, yaitu sebagai berikut:
Pada ketentuan distribusi IUP (Izin Usaha Pertambangan) kepada kelompok masyarakat tercantum dalam Pasal 5A, dimana dalam pasal tersebut diatur bahwa izin usaha itu dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan, yang isinya sebagai berikut:
Pasal 5A
- Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK yang berasal dari wilayah eks PKP2B dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan.
- Organisasi Kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan memiliki organ yang menjalankan kegiatan ekonomi serta bertujuan pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat/ umat.
- Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2O2l tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku.
Selanjutnya di Pasal 5B dijelaskan sebagai berikut:
- Menteri Pembina Sektor mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A ayat (1) kepada menteri / kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal selaku ketua Satuan Tugas.
- Berdasarkan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua Satuan Tugas melakukan penetapan, penawaran, dan pemberian WIUPK kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan.
- Berdasarkan pemberian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Badan Usaha milik Organisasi Kemasyarakatan keagamaan mengajukan permohonan IUPK melalui Sistem OSS (Online Single Submission/Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik)
- Atas pengajuan permohonan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri/kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menerbitkan IUPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berikutnya, Pasal 5C memberikan penjelasan sebagai berikut:
- IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (4) dan/atau kepemilikan saham Organisasi Kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
- Kepemilikan saham Organisasi Kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mayoritas dan menjadi pengendali.
- Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.
Perubahan berikutnya ada pada Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 12 yang diubah diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
- Atas pengalokasian Lahan sesuai IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5B ayat (4), izin konsesi di kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), dan Perizinan Berusaha di bidang perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7), Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a sampai dengan huruf e, dan Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A ayat (1) dilarang memindahtangankan Lahan dan/atau kepemilikan yang telah dialokasikan.
- Penggunaan dan pemanfaatan Lahan bagi pemerataan investasi harus dilaksanakan secara berkesinambungan oleh Pelaku Usaha dan Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan.
Perubahan terakhir ada pada ketentuan ayat (1) Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
- Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dan Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A ayat (1) yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 5E} ayat (4), Pasal 6 ayat (71, Pasal 7 ayat (6), dan Pasal 8 ayat (7), harus memenuhi kewajiban kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lepas dari segala kontroversi yang ada terkait konflik kepentingan terkait tujuan pendirian ormas keagamaan, isu kerusakan lingkungan, keadilan dan pemerataan, diharapkan bahwa penerbitan Peraturan Presiden ini dapat semakin memperjelas arah dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Pendampingan jasa hukum, dapat menghubungi:
Fanny
T. (+6221) 2222-0200
E. [email protected]
Bella
T. (+6221) 2222-0200
E. [email protected]