Perkembangan Regulasi Rahasia Bank di Indonesia: Dari PBI 2/2000 ke POJK 44/2024

Sejak diberlakukan pada tahun 2000, regulasi terkait kerahasiaan bank di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan dinamika sektor keuangan. Pada awalnya, ketentuan ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 (“PBI 2/2000”), yang menegaskan kewajiban bank untuk menjaga kerahasiaan informasi nasabah penyimpan dan simpanannya, serta mengatur kondisi tertentu yang memungkinkan pengungkapan informasi tersebut.

Namun, perkembangan industri perbankan dalam dua dekade terakhir menuntut adanya pembaruan regulasi guna penyelarasan dengan kebutuhan hukum dan praktik bisnis yang lebih modern. Dengan disahkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU 4/2023”), Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) mengambil langkah lebih lanjut dengan menerbitkan Peraturan No. 44 Tahun 2024 tentang Rahasia Bank (“POJK 44/2024”). Regulasi ini resmi berlaku sejak 28 Desember 2024 dan menggantikan PBI 2/2000 yang kini dicabut.

Di bawah kerangka baru ini, prinsip dasar mengenai kewajiban menjaga kerahasiaan informasi tetap dipertahankan. Namun, cakupan pihak yang tunduk pada aturan ini semakin diperjelas, mencakup tidak hanya bank umum konvensional dan syariah, tetapi juga bank perekonomian rakyat dalam kedua sistem tersebut (selanjutnya disebut sebagai “Bank”). Selain itu, POJK 44/2024 memperluas kewajiban kerahasiaan kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan Bank (“Pihak Terafiliasi”), yang mencakup berbagai entitas yang berhubungan langsung dengan operasional perbankan, yakni anggota direksi, komisioner, dewan pengawas syariah, pejabat atau karyawan bank; pihak yang memberikan jasa ke Bank (misalnya akuntan publik dan konsultan hukum); pihak yang secara langsung atau tidak langsung mengendalikan bank; dan/atau pihak lain yang menurut penilaian OJK mempengaruhi pengelolaan bank.

Adapun dalam SWILU edisi ini membatasi hal-hal yang diatur dalam POJK 44/2024 dengan fokus pada 2 poin utama dengan dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam PBI 2/2000, yakni poin Cakupan Kerahasiaan yang Diperluas dan Kondisi Pengecualian Kerahasiaan yang Diperluas.

Perluasan Cakupan Kerahasiaan dalam POJK 44/2024

POJK 44/2024 menghadirkan perubahan signifikan dalam aspek kerahasiaan perbankan dengan memperluas jenis informasi yang wajib dirahasiakan oleh Bank dan Pihak Terafiliasi. Jika sebelumnya aturan hanya mencakup informasi terkait nasabah penyimpan dan simpanannya, kini regulasi baru juga melindungi informasi mengenai nasabah yang menitipkan dana dalam bentuk investasi di bank syariah (“Investor”).

Sebagai konsekuensi dari perluasan ini, apabila seorang nasabah memiliki lebih dari satu peran, misalnya sebagai penyimpan dana, debitur, Investor, atau penerima fasilitas perbankan lainnya, maka Bank dan Pihak Terafiliasi berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan seluruh status dan informasi terkait nasabah tersebut.

Perluasan Pengecualian Kerahasiaan Terhadap Kondisi Tertentu

Sebelumnya dalam PBI 2/2000, kewajiban kerahasiaan yang diuraikan di atas tidak berlaku terhadap delapan kondisi khusus, khususnya dalam kondisi jika ada proses hukum yang memerlukan pembagian informasi rahasia. Namun, dalam POJK 44/2024, cakupan pengecualian ini diperluas menjadi 13 kondisi untuk menerapkan pengecualian kerahasian, yaitu sebagai berikut:

NoPengecualianPBI 2/2000POJK 44/2024
1Peradilan dalam perkara perdata yang berkaitan dengan dan/atau yang dilakukan antara Bank dengan nasabahnya
2Peradilan perkara pidana *perlu izin dan/atau koordinasi terlebih dahulu dengan OJK
3Permintaan kurator berdasarkan putusan pengadilan mengenai kepailitan permintaan likuidator untuk pemberesan harta 
4Permintaan, persetujuan, atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan atau Investor
5Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dan/atau Investor yang telah meninggal dunia
6Tukar menukar informasi antar-Bank
7Pemenuhan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana *Perlu izin dan/atau koordinasi terlebih dahulu dengan OJK 
8Permintaan informasi keuangan yang disampaikan untuk kepentingan perpajakan
9Kepentingan instansi lain terkait penyelenggaraan tugas negara *perlu izin dan/atau koordinasi terlebih dahulu dengan OJK 
10Kepentingan tugas BI di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran 
11Pelaksanaan tugas Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”) 
12Pelaksanaan perjanjian kerja sama otoritas antar negara yang telah ditandatangani secara resiprokal *perlu izin dan/atau koordinasi terlebih dahulu dengan OJK 
13Penyelesaian piutang yang sudah diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) *perlu izin dan/atau koordinasi terlebih dahulu dengan OJK
   

Pendampingan jasa hukum dari SW Counselors at Law, dapat menghubungi:

  Fanny

  T. (+6221) 2222-0200

  E. [email protected]

  Bella

  T. (+6221) 2222-0200

  E. [email protected]

Author

  • As the webmaster and author for SW Indonesia, I am dedicated to providing informative and insightful content related to accounting, taxation, and business practices in Indonesia. With a strong background in web management and a deep understanding of the accounting industry, my aim is to deliver valuable knowledge and resources to our audience. From articles on VAT regulations to tips for e-commerce taxation, I strive to help businesses navigate the complexities of the Indonesian tax system. Trust SW Indonesia as your go-to source for reliable and up-to-date information, empowering you to make informed decisions and drive success in your business ventures.

    View all posts