Pemerintah Indonesia sebelumnya mengatur kerangka perizinan berbasis risiko melalui Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, beserta perubahannya (secara kolektif disebut “PP 5/2021”). Regulasi ini menjadi dasar utama dalam menetapkan tingkat risiko dan skala kegiatan usaha, serta menetapkan persyaratan perizinan dasar, mekanisme pengawasan, dan evaluasi yang berlaku secara nasional.
Untuk semakin mendorong kemudahan berusaha, pemerintah telah menggantinya dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2025 (“PP 28/2025”), yang mulai berlaku pada 5 Juni 2025. PP 28/2025 tetap mengusung prinsip perizinan berbasis risiko, dengan tujuan menyederhanakan proses pendirian dan pengelolaan usaha agar lebih efisien dan adaptif.
Dengan berlakunya PP 28/2025, PP 5/2021 resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun, sejumlah ketentuan terkait persyaratan dasar, Perizinan Berusaha Umum (“PB”), maupun Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (“PB UMKU”), tetap dapat dijalankan sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan baru yang diatur dalam PP 28/2025.
Sejalan dengan penerapan PP 28/2025, Pemerintah Indonesia juga wajib memperbarui sistem Online Single Submission (“OSS”) serta sistem Indonesia National Single Window (“SINSW”). Langkah ini diperlukan guna memastikan keselarasan antara sistem pelayanan perizinan elektronik dengan kerangka hukum yang ditetapkan dalam PP 28/2025. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menyelesaikan dan menetapkan seluruh Peraturan Pelaksanaan yang relevan paling lambat pada tanggal 5 Oktober 2025.
Secara keseluruhan, PP 28/2025 merupakan reformasi komprehensif terhadap sistem perizinan usaha berbasis risiko di Indonesia. Peraturan ini memuat 550 pasal yang terbagi ke dalam 14 bab, serta mengatur berbagai aspek penting dalam pelaksanaan perizinan berusaha, mulai dari penilaian tingkat risiko, skala usaha, hingga tata cara pengawasan dan pengenaan sanksi.
Mengingat luasnya cakupan materi yang diatur, edisi SWILU kali ini akan membatasi pembahasan pada rangkuman topik-topik kunci sebagai berikut:
- Pembaruan ketentuan terkait Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
- Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (“NSPK”) dalam penyelenggaraan perizinan;
- Perluasan fungsi dan layanan pada subsistem OSS; serta
- Ketentuan mengenai sanksi administratif.
Pembaruan Ketentuan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Dengan tetap mempertahankan prinsip dasar mengenai perizinan berusaha berbasis tingkat risiko yang telah diatur dalam PP 5/2021, PP 28/2025 memperluas cakupan sektor yang wajib menerapkan pendekatan berbasis risiko. Semula, PP 5/2021 hanya mencakup 16 sektor, kini jumlah sektor tersebut bertambah menjadi 22 sektor. Adapun enam sektor tambahan yang diatur dalam PP 28/2025 meliputi:
- Metrologi Legal;
- Ekonomi Kreatif;
- Informasi Geospasial;
- Koperasi;
- Penanaman Modal; dan
- Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Selain memperluas sektor, PP 28/2025 juga memformulasikan secara lebih rinci dan sistematis mengenai tahapan kegiatan usaha yang wajib diikuti oleh pelaku usaha. Terdapat dua tahapan utama, yaitu:
- Tahapan Memulai Usaha, yang mana tahapan ini meliputi:
- Subtahap pemenuhan legalitas usaha, yang mencakup tindakan awal untuk mendapatkan pengakuan atau status hukum usaha;
- Subtahap pemenuhan persyaratan dasar, termasuk pemenuhan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (“KKPR”) serta persetujuan lingkungan hidup bagi kegiatan usaha yang tidak wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (“Amdal”) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (“UKL-UPL”); dan
- Perolehan atau pengajuan izin berusaha, sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dijalankan.
- Tahap Menjalankan Usaha, yang mana tahapan ini terdiri dari:
- Subtahap persiapan, yang meliputi pengadaan lahan, penyediaan peralatan dan/atau sarana penunjang, serta perekrutan sumber daya manusia; dan
- Subtahap operasional dan/atau komersial, yang meliputi kegiatan produksi, logistik dan distribusi, serta pemasaran barang dan/atau jasa.
Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (“NSPK”) Penyelenggaraan Perizinan
Pada prinsipnya, penyusunan dan penetapan NSPK tetap sepenuhnya berada dalam kewenangan pemerintah pusat. NSPK ini berfungsi sebagai acuan tunggal yang wajib digunakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pelaksanaan perizinan berusaha berbasis risiko.
Dalam kerangka hukum terbaru sebagaimana diatur dalam PP 28/2025, terdapat pengaturan tambahan yang menegaskan bahwa kepala daerah dilarang menetapkan ketentuan yang memperluas atau menambah pengaturan melebihi apa yang telah ditetapkan dalam PP 28/2025. Dengan demikian, setiap Peraturan Pelaksanaan internal yang disusun oleh pemerintah daerah wajib mengacu sepenuhnya pada NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat, tanpa adanya interpretasi atau pengaturan tambahan yang berpotensi menimbulkan disparitas di tingkat daerah.
Perluasan Fungsi dan Layanan pada Subsistem OSS
Sebagai salah satu aspek pembaruan utama, PP 28/2025 memperluas berbagai subsistem pelayanan yang tersedia melalui sistem OSS, dibandingkan dengan kerangka sebelumnya dalam PP 5/2021. PP 28/2025 mempertahankan subsistem yang telah ada sebelumnya, seperti Subsistem Pelayanan Informasi, Subsistem Perizinan Usaha, dan Subsistem Pengawasan. Namun demikian, dalam rangka memperkuat efektivitas perizinan berusaha berbasis risiko, PP 28/2025 memperkenalkan tiga subsistem baru, yaitu Subsistem Persyaratan Dasar, Subsistem Fasilitas Penanaman Modal, dan Subsistem Kemitraan.
Subsistem Persyaratan Dasar, misalnya, dihadirkan sebagai platform yang dapat diakses melalui hak akses resmi, dan memuat informasi mengenai Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan, serta Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung.
Lebih lanjut, Subsistem Fasilitas Penanaman Modal diperkenalkan untuk mendukung berbagai kebijakan fiskal dan insentif yang diberikan kepada penanam modal. Melalui subsistem ini, pelaku usaha dapat mengajukan setidaknya delapan jenis layanan baru, antara lain permohonan pembebasan bea masuk untuk mesin, barang, dan bahan yang digunakan dalam rangka pembangunan atau pengembangan industri, permohonan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, serta pengajuan pengurangan penghasilan bruto terkait kegiatan magang, pelatihan, dan/atau pembelajaran.
Selain itu, PP 28/2025 juga memperkenalkan Subsistem Kemitraan yang berfungsi sebagai sarana bagi pemegang hak akses untuk memfasilitasi, memantau, dan mengevaluasi kemitraan usaha. Subsistem ini memuat layanan kemitraan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal, kemitraan lain yang diwajibkan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, hingga kemitraan sukarela yang dapat diinisiasi oleh pelaku usaha.
Ketentuan Sanksi Administratif
PP 28/2025 memperkenalkan pengaturan baru mengenai sanksi administratif yang secara tegas berlaku bagi pelaku usaha yang melanggar persyaratan dasar, Perizinan Berusaha, maupun PB untuk PB UMKU. Sebelumnya, pengaturan sanksi administratif hanya terbatas pada tingkat subsektor tertentu, seperti sektor kelautan dan perikanan, hortikultura, serta ketenagalistrikan.
Sanksi administratif dalam PP 28/2025 harus diterapkan secara berjenjang berdasarkan tingkat kepatuhan yang teridentifikasi selama pengawasan. Jenis sanksi meliputi: peringatan, penghentian sementara kegiatan usaha, denda administratif, daya paksa polisional, pencabutan izin (termasuk lisensi atau sertifikasi), hingga pencabutan persyaratan dasar, PB, dan PB UMKU.
Penjatuhan sanksi wajib dilakukan oleh pejabat berwenang, seperti menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/wali kota, atau kepala Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan seluruhnya harus diproses melalui sistem OSS.
Pendampingan jasa hukum dari SW Counselors at Law, dapat menghubungi:
T. (+6221) 2222-0200
T. (+6221) 2222-0200