Sebagai bentuk respons atas dinamika sosial dan ekonomi yang terus berkembang, pemerintah Indonesia melakukan pembaruan atas program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (“JKP”) yang sebelumnya telah diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 (“PP 37/2021”). Adapun program JKP ini disusun untuk memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (“PHK”), dengan memberikan manfaat berupa uang tunai, pelatihan kerja, serta akses informasi pasar kerja guna mendorong re-entry ke dunia kerja secara lebih cepat dan terarah.
Seiring berjalannya waktu, efektivitas pelaksanaan program JKP menjadi sorotan, terutama dalam kaitannya dengan kondisi ketenagakerjaan pasca pandemi, digitalisasi ekonomi, serta dinamika hubungan industrial di Indonesia. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 (“PP 6/2025” atau “Amandemen”) sebagai bentuk revisi terhadap ketentuan dalam PP 37/2021.
Amandemen ini secara resmi diundangkan pada tanggal 7 Februari 2025 dan membawa sejumlah perubahan penting, khususnya dalam aspek-aspek krusial seperti kepesertaan, mekanisme pembayaran iuran, cakupan manfaat yang diberikan kepada peserta, serta tata cara pengajuan klaim. Tujuan dari revisi ini adalah untuk memperkuat tata kelola program JKP sekaligus meningkatkan perlindungan bagi pekerja yang terdampak PHK.
Untuk memperjelas arah kebijakan pemerintah, berikut kami uraikan poin-poin utama perubahan regulasi program JKP:
Kepersertaan Program JKP
Perubahan pertama menyangkut kewajiban kepesertaan pekerja dalam program JKP berdasarkan klasifikasi ukuran perusahaan. Dalam PP 37/2021, pekerja pada usaha besar dan menengah diwajibkan mengikuti program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM. Sementara pekerja pada usaha mikro dan kecil cukup mengikuti program JKN, JKK, JHT, dan JKM.
Melalui amandemen ini, terdapat penyesuaian yang lebih sistematis: pekerja pada usaha besar dan menengah tetap wajib mengikuti program JKK, JHT, JP, dan JKM, namun kini secara eksplisit diwajibkan juga untuk terdaftar dalam program JKN. Sedangkan untuk usaha mikro dan kecil, pekerja sekurang-kurangnya harus diikutsertakan dalam program JKK, JHT, dan JKM, serta tetap diwajibkan terdaftar dalam program JKN.
Penyesuaian Besaran Iuran
Besaran iuran program JKP turut mengalami perubahan. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46% dari upah bulanan pekerja. Dalam PP 6/2025, besaran tersebut diturunkan menjadi 0,36%. Penyesuaian ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menyeimbangkan beban iuran dengan efektivitas manfaat yang diterima oleh peserta.
Persyaratan Penerimaan Manfaat
Persyaratan masa iuran juga mengalami penyempurnaan. Jika sebelumnya peserta harus membayar iuran paling sedikit selama 12 bulan dalam jangka waktu 24 bulan, dan enam bulan di antaranya harus dibayar berturut-turut sebelum pemutusan hubungan kerja, maka kini syarat tersebut disederhanakan. Amandemen menghapus kewajiban pembayaran berturut-turut, dan hanya mensyaratkan akumulasi pembayaran selama minimal 12 bulan dalam periode 24 bulan sebelum PHK. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pekerja dalam memenuhi syarat kepesertaan manfaat JKP.
Bukti Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam aspek pembuktian PHK, peraturan sebelumnya hanya menerima dokumen berupa pengakuan PHK, perjanjian bersama yang terdaftar, atau putusan pengadilan. PP 6/2025 memperluas bentuk dokumen yang dapat dijadikan bukti, antara lain: perjanjian bersama yang disertai akta pengakuan dari Pengadilan Hubungan Industrial, tanda terima laporan PHK, hingga putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Perluasan ini memperkuat aspek administratif dan memberikan lebih banyak opsi pembuktian yang sah secara hukum.
Penyesuaian Manfaat Uang Tunai
Besaran manfaat uang tunai yang diberikan kepada peserta juga ditingkatkan. Sebelumnya, peserta menerima 45% dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya. Kini, besaran manfaat ditetapkan secara flat sebesar 60% dari upah bulanan selama maksimal enam bulan. Kebijakan ini memberikan peningkatan nilai manfaat yang lebih signifikan dan merata.
Persyaratan Lembaga Pelatihan Kerja
Untuk menjamin kualitas pelatihan kerja yang disediakan, PP 37/2021 mensyaratkan lembaga pelatihan kerja untuk memiliki pelatihan berbasis kompetensi, terdaftar dan terverifikasi dalam sistem informasi ketenagakerjaan, terakreditasi, serta mendapat persetujuan dari Menteri. Melalui amandemen, persyaratan terakhir – yakni persetujuan dari Menteri – hdihapus, sehingga proses verifikasi menjadi lebih efisien tanpa mengurangi kualitas pelatihan yang ditawarkan.
Perlindungan Bagi Pekerja di Perusahaan Pailit
Salah satu pengaturan baru yang diperkenalkan adalah mengenai pemberian manfaat JKP bagi pekerja di perusahaan yang mengalami kepailitan. Dalam kondisi perusahaan dinyatakan pailit atau ditutup dan mengalami tunggakan iuran maksimal enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Namun, penting dicatat bahwa ketentuan ini tidak menghapuskan kewajiban pembayaran tunggakan dan denda yang melekat pada perusahaan.
Perpanjangan Waktu Klaim Manfaat
Sebelumnya, hak atas manfaat JKP akan hilang jika pekerja tidak mengajukan klaim dalam jangka waktu tiga bulan sejak PHK. Amandemen memperpanjang batas waktu ini menjadi enam bulan, memberikan ruang yang lebih luas bagi pekerja untuk mengurus klaim mereka, khususnya dalam situasi yang mungkin penuh tekanan atau ketidakpastian.
Secara keseluruhan, dalam PP 6/2025 memiliki fokus utama adalah peningkatan perlindungan sosial bagi pekerja, penyederhanaan administrasi, serta penyesuaian dengan kondisi ketenagakerjaan terkini. Di antara perubahan yang paling menonjol adalah penurunan iuran, kenaikan manfaat uang tunai, pelonggaran syarat administrasi, serta jaminan manfaat bagi pekerja dari perusahaan pailit. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjadikan program JKP sebagai bagian integral dari sistem jaminan sosial nasional yang lebih inklusif, adaptif, dan berkeadilan.
Pendampingan jasa hukum dari SW Counselors at Law, dapat menghubungi:
T. (+6221) 2222-0200
T. (+6221) 2222-0200