Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan No. 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud Bagi Lembaga Jasa Keuangan (POJK 12/2024), yang bertujuan untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan penipuan di sektor jasa keuangan. Peraturan ini dirancang untuk melindungi industri keuangan dan masyarakat dari kerugian yang disebabkan oleh berbagai bentuk penipuan.
Menurut Pasal 1 ayat 4 POJK 12/2024, fraud diartikan sebagai tindakan penyimpangan dan/atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi LJK, Konsumen atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan LJK dan/atau menggunakan sarana LJK sehingga mengakibatkan LJK, Konsumen, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud dan/atau pihak lain memperoleh keuntungan secara langsung maupun tidak langsung.
Strategi Anti-Fraud yang harus disusun dan diterapkan oleh LJK terdiri dari empat pilar utama, sebagaimana diatur dalam Pasal 5, yaitu: a. pencegahan; b. deteksi; c. investigasi, pelaporan, dan pemberian sanksi; serta d. pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.
Peraturan ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat bagi LJK dalam melindungi diri dari berbagai risiko fraud dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.
Penerapan Strategi Anti-Fraud
POJK 12/2024 mewajibkan semua Lembaga Jasa Keuangan (LJK), termasuk bank umum, bank syariah, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya, untuk mengembangkan dan menerapkan strategi anti-fraud. Strategi ini harus disusun berdasarkan penilaian terhadap kejadian fraud yang pernah terjadi dan mempertimbangkan risiko fraud yang mungkin terjadi di masa depan. Strategi ini dirancang untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani berbagai jenis fraud, seperti korupsi, penyuapan, penyalahgunaan aset, penipuan laporan keuangan, dan pembocoran informasi rahasia.
Penggantian Peraturan Lama
Dengan berlakunya POJK 12/2024 pada tanggal 31 Oktober 2024, peraturan ini akan mencabut dan menggantikan beberapa peraturan sebelumnya yang mengatur pengendalian fraud, termasuk POJK 39/2019, POJK 10/2019, POJK 35/2018, POJK 55/2017, dan POJK 69/2016. Peraturan baru ini mengkonsolidasikan dan menetapkan standar berbagai strategi anti-fraud yang telah diterapkan di sektor perbankan, asuransi, dan pembiayaan. Selain itu, POJK 12/2024 juga memperkenalkan standar baru untuk sektor-sektor lain yang sebelumnya belum memiliki aturan khusus terkait anti-fraud.
Dalam POJK 12/2024, dijelaskan pula berbagai jenis perbuatan yang tergolong sebagai fraud, yang dirinci dalam Pasal 2. Jenis perbuatan tersebut meliputi:
- Korupsi, yang meliputi:
- Benturan kepentingan yang merugikan LJK dan/atau konsumen;
- Penyuapan;
- Penerimaan tidak sah; dan/atau
- Pemerasan.
- Penyalahgunaan aset, meliputi:
- Penyalahgunaan uang tunai;
- Penyalahgunaan persediaan; dan/atau
- Penyalahgunaan aset lainnya.
- Kecurangan laporan keuangan, yang terdiri dari:
- Melebihkan kekayaan bersih dan/atau pendapatan bersih; dan/atau
- Mengurangi kekayaan bersih dan/atau pendapatan bersih.
- Penipuan.
- Pembocoran informasi rahasia.
- Tindakan lain yang dapat dipersamakan dengan fraud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan peraturan ini, OJK bertujuan untuk memperkuat pengendalian dan pencegahan fraud di seluruh sektor jasa keuangan, serta memberikan panduan yang lebih jelas dan terintegrasi bagi lembaga-lembaga jasa keuangan dalam melindungi diri dari risiko penipuan.
Kewajiban Pelaporan
POJK 12/2024 menetapkan bahwa LJK harus melaporkan strategi anti-fraud yang mereka terapkan serta kejadian fraud yang memiliki dampak signifikan kepada OJK. Laporan ini harus mencakup informasi tentang jenis fraud, modus operandi, kerugian yang diderita, dan langkah-langkah penanganan yang dilakukan. Pelaporan ini dilakukan secara berkala, tergantung pada jenis LJK:
- Bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan pembiayaan: Laporan harus disampaikan setiap semester, yaitu untuk posisi akhir Juni dan Desember, paling lambat pada tanggal 31 bulan berikutnya.
- Lembaga jasa keuangan lainnya: Laporan dilakukan setiap tahun, dengan posisi akhir Desember, dan harus disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya.
Selain itu, jika terjadi kesalahan atau perubahan informasi, LJK wajib melakukan koreksi atau pembaruan dalam waktu 15 hari kerja setelah ditemukan.
Sanksi
Kegagalan untuk memenuhi kewajiban pelaporan dapat mengakibatkan sanksi administratif yang dapat berupa teguran tertulis atau denda. Jika LJK terus gagal memenuhi kewajiban setelah dikenakan sanksi awal, OJK dapat memberlakukan sanksi lebih lanjut, seperti melarang penerbitan produk baru atau membekukan kegiatan usaha tertentu.
Kesimpulan
Peraturan POJK 12/2024 adalah langkah penting dalam memperkuat mekanisme pengendalian fraud di industri jasa keuangan Indonesia. Dengan penerapan dan pelaporan yang lebih ketat dan penerapan bertahap melalui tenggat waktu pelaporan, diharapkan risiko fraud dapat diminimalkan, sehingga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi industri dan masyarakat.
Pendampingan jasa hukum dari SW Counselors at Law, dapat menghubungi:
Fanny
T. (+6221) 2222-0200
Bella
T. (+6221) 2222-0200