HILIRISASI NIKEL DAN AKUNTANSI TERKAIT

Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2019 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020 melarang perusahaan tambang nikel di Indonesia melakukan ekspor bijih nikel karena volume nikel diekspor sudah terlalu besar. Alasan utama dikeluarkan kebijakan ini adalah terbatasnya ketahanan cadangan. Cadangan terbukti untuk komoditas nikel nasional Indonesia adalah sebesar 698 juta ton. Jumlah ini hanya dapat menjamin suplai bijih nikel bagi fasilitas pemurnian selama 7,3 tahun (apabila tidak ditemukan cadangan baru). Adanya kebijakan ini mendorong proses hilirisasi sehingga nikel yang sudah diolah dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dan meningkatkan penerimaan negara.

Bijih nikel terbagi menjadi dua yaitu sulfida dan laterit. Bijih nikel sulfida dapat dilakukan proses konsentrasi untuk meningkatkan kadar nikelnya sebelum dilakukan ekstraksi sedangkan bijih nikel laterit sulit dilakukan proses konsentrasi karena unsur-unsur penyusun bijihnya yang kompleks. Bijih nikel laterit terbagi menjadi 2 yaitu limonit dan saprolit. Proses pengolahan untuk limonit dan saprolit berbeda. Limonit menggunakan teknologi proses High Pressure Acid Leaching (HPAL) sedangkan saprolit diolah dengan menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). 

HPAL adalah pengolahan dan pemurnian nikel limonit dengan pelarutan dalam wadah bertekanan yang disebut autoclave dengan suhu tinggi dan selanjutnya dapat dilakukan proses ekstraksi dari larutan konsentrat untuk mendapatkan mineral yang lebih murni, yaitu nikel dan kobalt. RKEF adalah proses pengolahan nikel saprolit dengan proses pengeringan, kalsinasi, reduksi, pemurnian dan proses lain.

Tabel 1. Klasifikasi Bijih Nikel Laterit

Kadar NikelPengolahanHasil ProdukProdusen Terbesar
Limonit<1,6%High Pressure Acid Leaching (HPAL)Nikel Kelas 1
Contoh:Nickel Powder/Sulfat
Maluku
Saprolit>1,6%Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF)Nikel Kelas 2
Contoh:Nickel Pig Iron dan Ferronickel
Sulawesi

Dampak peraturan ini adalah dorongan untuk membangun smelter nikel di Indonesia. Hingga April 2023, terdapat 13 smelter nikel yang sudah dibangun dan ada rencana untuk membangun sebanyak 17 unit. Pemerintah juga memberikan insentif tax holiday untuk smelter nikel yang tertuang dalam PMK No. 130/PMK.010/2020 mengenai Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Pengurangan pajak ini berkisar antara 50% hingga 100% dari jumlah pajak terutang dan berlaku dalam kurun waktu 5 sampai 20 tahun sesuai dengan penanaman modal yang diberikan.

Industri nikel sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga pasar dunia. Harga pasar dunia tidak dapat diprediksi karena dipengaruhi oleh faktor permintaan dunia, kebijakan pemerintah, serta harga bahan baku untuk memproduksi nikel. Untuk memproduksi nikel diperlukan pasokan batu bara, listrik dan minyak mentah. Biaya seperti batu bara dan minyak mentah juga dipengaruhi oleh harga pasar dunia sehingga menyebabkan ketidakpastian atas harga nikel.

Realisasi penjualan dalam industri nikel biasanya akan bergantung pada harga pasar dunia saat itu. Sehingga dalam kontrak penjualan akan terdapat poin mengenai penyesuaian harga berdasarkan harga pasar dunia pada saat invoice final. Selisih antara invoice awal dan harga pasar dalam kasus seperti ini, dalam pencatatan akuntansi tidak dapat diklasifikasikan sebagai piutang usaha pada umumnya. 

Ilustrasi Standar Akuntansi Terkait Hilirisasi Nikel

Pada tanggal 15 Desember 20X3, perusahaan menjual ferronickel kepada Customer A sebesar 10.000 ton. Harga provisional FOB yang disepakati adalah USD 220/ton, sedangkan harga final setelah barang tiba akan menggunakan harga pasar ferronickel dunia. Pada tanggal 31 Desember 20X3, harga pasar ferronickel adalah USD 225/ton. Sedangkan harga ferronickel pada saat barang tiba (2 Februari 20X4) adalah USD230/ton. Perusahaan melakukan pembayaran dengan menggunakan harga saat barang tiba.

15 Desember 20X3

Dr Trade Receivable USD 2.200.000

Cr Sales USD 2.200.000

(jurnal untuk mencatat penjualan ferronickel)

31 Desember 20X3

Dr Trade Receivable USD 50.000

Cr  Difference in fair valuation of trade receivable USD 50.000

(jurnal untuk mencatat nilai wajar piutang saat tanggal pelaporan)

2 Februari 20X4

Dr Bank USD 2.300.000

Cr Difference in fair valuation of trade receivable USD 50.000

Cr Trade Receivable USD 2.250.000

(jurnal untuk pembayaran ferronickel)

Perlakuan akuntansi di atas sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71, yang diadopsi dari International Financial Reporting Standard (IFRS) 9, tentang Instrumen Keuangan mendeskripsikan Derivatif Melekat (Embedded Derivative) merupakan suatu komponen dari kontrak hibrida (hybrid contract) yang di dalamnya termasuk kontrak utama nonderivatif, yang mengakibatkan sebagian arus kas yang berasal dari instrumen gabungan bervariasi serupa dengan derivatif yang berdiri sendiri. 

Derivatif Melekat menyebabkan sebagian atau seluruh arus kas yang dipersyaratkan dalam kontrak dimodifikasi menurut variabel yang telah ditentukan, antara lain: suku bunga, harga instrumen keuangan, harga komoditas, kurs valuta asing, indeks harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit atau variabel lain. Untuk variabel nonkeuangan, variabel tersebut tidak spesifik dengan pihak-pihak dalam kontrak. Derivatif yang dilekatkan pada instrumen keuangan tetapi dalam kontrak, dapat dipindahtangankan secara terpisah dari instrumen keuangan, atau memiliki pihak lawan yang berbeda bukan merupakan deriviatif melekat, tetapi merupakan instrumen keuangan terpisah.

Jika kontrak hibrida mengandung kontrak utama yang merupakan aset sesuai ruang lingkup pernyataan ini, maka entitas menerapkan persyaratan sesuai untuk keseluruhan kontrak hibrida yaitu:

(a) mensyaratkan entitas untuk mengklasifikasikan aset keuangan berdasarkan model bisnis entitas untuk mengelola aset keuangan, kecuali aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui laba rugi diterapkan. Entitas menilai apakah aset keuangannya memenuhi ketentuan model bisnis sebagaimana ditentukan oleh personil manajemen kunci entitas.

(b) mensyaratkan suatu entitas untuk mengklasifikasikan aset keuangan berdasarkan karakteristik arus kas kontraktual untuk aset keuangan yang dimiliki dalam model bisnis yang bertujuan untuk memperoleh arus kas kontraktual atau dalam model bisnis yang tujuannya dicapai dengan memperoleh arus kas kontraktual dan menjual aset keuangan. Entitas disyaratkan untuk menentukan apakah arus kas kontraktual aset adalah semata dari pembayaran pokok dan bunga dari jumlah pokok terutang.

Berdasarkan paragraf di atas, piutang atas penjualan yang diukur menggunakan harga pasar dunia dikategorikan sebagai Derivatif Melekat. 

Entity Business Model

Perusahaan disyaratkan untuk mengklasifikasikan aset keuangan berdasarkan model bisnis dan karakteristik arus kas kontraktual apakah semata dari pembayaran pokok dan bunga dari jumlah terutang (Solely Payment of Principal and Interest). Berdasarkan dua hal di atas, aset keuangan diklasifikasikan menjadi kategori pengukuran secara 1) Amortized Cost apabila memenuhi syarat SPPI dan secara model bisnis ditujukan untuk mendapatkan arus kas kontraktual, 2) Fair Value through Other Comprehensive Income (FVOCI) bila memenuhi syarat SPPI dan secara model bisnis ditujukan untuk mendapat arus kas kontraktual dan juga untuk dijual dan 3) Fair Value through Profit and Loss (FVTPL) bila tidak masuk dalam dua kategori sebelumnya.

Perusahaan dengan piutang yang diukur menggunakan indeks harga nikel termasuk dalam kategori ketiga yaitu aset keuangan diukur pada nilai wajar melalui laba rugi karena tidak termasuk dalam kategori 1 dan 2. 

Penurunan Nilai (Impairment)

Berdasarkan PSAK 71, entitas menerapkan persyaratan penurunan nilai untuk pengakuan dan pengukuran penyisihan kerugian untuk aset keuangan yang mengukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain. Akan tetapi, penyisihan kerugian diakui dalam penghasilan komprehensif lain dan tidak mengurangi jumlah tercatat aset keuangan dalam laporan keuangan. Piutang dari penjualan nikel yang diukur menggunakan indeks harga nikel tidak dilakukan penurunan nilai karena termasuk dalam kategori ketiga yaitu aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi. 

Hal ini dikarenakan syarat pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan non derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan yang tidak mempunyai kuotasi pasar aktif, selain dimiliki untuk diperdagangkan atau ditetapkan awal sebagai aset yang dinilai wajar melalui laporan laba rugi atau tersedia untuk dijual.

Penghapusan (Write off)

Berdasarkan PSAK 71, entitas langsung mengurangi jumlah tercatat bruto dari aset keuangan ketika entitas tidak memiliki ekspektasi wajar untuk memulihkan aset keuangan secara keseluruhan atau secara parsial. Penghapusbukuan merupakan kejadian penghentian pengakuan aset keuangan. Dikarenakan aset keuangan tidak dilakukan penyisihan, apabila terdapat kemungkinan bahwa aset finansial tidak dapat direcover maka manajemen perlu melakukan penghapusan atau secara langsung mengurangi nilai aset keuangan.

Author

  • As the webmaster and author for SW Indonesia, I am dedicated to providing informative and insightful content related to accounting, taxation, and business practices in Indonesia. With a strong background in web management and a deep understanding of the accounting industry, my aim is to deliver valuable knowledge and resources to our audience. From articles on VAT regulations to tips for e-commerce taxation, I strive to help businesses navigate the complexities of the Indonesian tax system. Trust SW Indonesia as your go-to source for reliable and up-to-date information, empowering you to make informed decisions and drive success in your business ventures.

    View all posts