ABSTRAK
Artikel ini membahas terkait pengawasan kepatuhan terhadap aset kripto dan asset keuangan digital di Indonesia, yang mengalami peralihan regulasi dari Bappebti ke OJK dan Bank Indonesia mulai 10 Januari 2025. Meskipun investasi dalam asset keuangan digital memiliki potensi investasi yang signifikan, namun volatilitas tinggi dan risiko keamanan tetap menjadi tantangan terbesar yang harus dihadapi. Peralihan ke regulasi baru bertujuan untuk meningkatkan transparansi, perlindungan konsumen, serta stabilitas pasar. OJK dan BI berupaya untuk memperkuat infrastruktur hukum, meningkatkan literasi publik, dan memastikan keberlanjutan bisnis di sektor keuangan digital.
Aset keuangan digital adalah aset keuangan yang disimpan atau direpresentasikan secara digital. Aset keuangan digital memiliki beberapa karakteristik, yaitu: tersimpan secara elektronik, dapat diakses secara digital, dapat diperjualbelikan atau dikelola secara online, dapat digunakan sebagai alat pembayaran atau investasi, dan dapat menghasilkan uang jika ada permintaan untuk apa yang diwakilinya. Aset keuangan digital dapat berupa: dokumen digital, gambar, video, musik, perangkat lunak, mata uang kripto, atau NFT (Non-Fungible Token).
Di Indonesia, aset kripto yang dimiliki oleh siapa pun tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran, sebagaimana diatur melalui UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Di dalam Undang Undang tersebut dijelaskan bahwa alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah uang rupiah. Dengan demikian satu-satunya cara untuk bisa bertransaksi adalah konversi aset kripto yang dimiliki ke mata uang rupiah.
Namun investasi aset kripto masih tetap diperbolehkan untuk dilakukan berdasarkan pertimbangan potensi investasi besar yang dapat membantu perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut dijelaskan melalui Surat Menko Perekonomian Nomor S-302/M.EKON/09/2018 tentang Tindak lanjut Pelaksanaan Rakor Pengaturan Aset Kripto (Crypto Asset) Sebagai Komoditi yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.
Meskipun dinilai aman dengan sistem keamanan berlandaskan kriptografi, aset kripto sebagai instrumen investasi tetap memiliki risiko tersendiri. Risiko tersebut dijelaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan lansiran dari media nasional. OJK menjelaskan bahwa nilai mata uang kripto terbilang fluktuatif dan tidak terkendali. Hal ini menyebabkan kenaikan dan penurunan nilai mata uang kripto yang dapat terjadi sewaktu-waktu dan tanpa diketahui alasan yang jelas. Investasi di aset digital dapat menguntungkan, tetapi juga memiliki risiko. Risiko tersebut di antaranya adalah volatilitas nilai aset dan keamanan akses.
Untuk melindungi kepentingan publik maka pemantauan kepatuhan atas kripto dan aset digital lain niscaya harus dilakukan regulator sebagai bentuk tugas pengawasan dan pengaturan. Sejak tanggal 10 Januari 2025, tugas pengawasan dan pengaturan aset keuangan digital resmi berlaku dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif keuangan, kepada OJK dan BI dilakukan berdasarkan Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024. Regulasi ini bertujuan untuk mendorong kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU P2SK.
OJK bertanggung jawab untuk pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto dan derivatif keuangan di pasar modal, yang menjadi fokus utamanya adalah:
- Penyusunan regulasi untuk memastikan transparansi dan perlindungan konsumen.
- Sistem perizinan melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT).
- Menjaga stabilitas pasar dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aset keuangan digital.
Sebagai infrastruktur legal pengambilalihan oleh OJK, sebelumnya OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto atau dikenal sebagai POJK AKD AK. OJK juga menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (SEOJK AKD AK) yang memuat pokok-pokok peraturan terkait.
Sementara itu BI mengambil alih pengawasan derivatif keuangan yang terkait dengan Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA) dengan fokus utama meliputi:
- Pengaturan instrumen derivatif sebagai alat hedging;
- Penyusunan infrastrukut pengawasan yang andal, efisien, dan terintegrasi;
- Pelaporan transaksi derivatif sesuai tata cara yang telah ditentukan.
Meskipun pengalihan ini bertujuan ini untuk meningkatkan kepastian hukum, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, antara lain:
- Kompleksitas teknologi blockchain dan aset kripto.
- Potensi risiko seperti penipuan, pencucian uang, dan pendanaan ilegal.
- Literasi masyarakat yang masih terbatas terkait aset keuangan digital.
Untuk menjawab tantangan tersebut, OJK dan BI berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk dapat meningkatkan literasi masyarakat tentang aset keuangan digital melalui edukasi dan sosialisasi, melakukan pengembangan regulasi yang fleksibel namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan memastikan keberlanjutan usaha melalui penguatan infrastruktur teknologi. Pengalihan pengawasan atas kripto dan aset keuangan digital dari Bappebti ke OJK dan BI merupakan langkah strategis untuk memperkuat sektor keuangan digital.
SW Counselor at Law terus memuktahirkan pengetahuan tentang regulasi baru terkait investasi, ekonomi, dan bisnis di Indonesia. Pemuktahiran pengetahuan bagian dari peningkatan kompetensi untuk mendukung layanan hukum yang mencakup konsultasi, litigasi, pelatihan, pendampingan serta solusi hukum preventif untuk memastikan kelancaran investasi klien di Indonesia. Termasuk ketika aspek hukum menjadi relevan dengan perkembangan terkini dalam bidang teknologi digital dan keberlanjutan.