Konferensi Internasional Perusahaan-Perusahaan Tiongkok Di Indonesia (IC3 Indonesia 2023) diselenggarakan oleh SW Indonesia menampilkan Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Ph.D., sebagai pembicara kunci dengan materi Perekonomian Indonesia dan Peluang Investasi untuk Perusahaan-Perusahaan Tiongkok. Beliau sangat representatif menjadi pembicara materi itu karena pengalamannya sebagai Menteri Keuangan (2014-2016), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (2016-2019), dan Menteri Riset dan Teknologi (2019-2021) Republik Indonesia.
IC3 2023 diselenggarakan pada tanggal 26 Mei 2023 di Hotel Mandarin Oriental Jakarta dengan tema “Empower Chinese Enterprises to Progress in Indonesia”. Peserta konferensi internasional ini sebanyak 168 orang perwakilan manajemen puncak perusahaan-perusahaan Tiongkok di Indonesia. Terpantau konferensi ini dihadiri oleh petinggi dari kedutaan besar Tiongkok dan organisasi kamar dagang Tiongkok untuk Republik Indonesia. Selain Prof. Bambang, pembicara kunci konferensi internasional ini adalah Ketua SW International Zhang Ke.
Dalam pemaparannya, Prof. Bambang mengangkat tema “Indonesia Economy and Investment Opportunities”, yang menjelaskan alasan utama perusahaan asing berinvestasi di Indonesia berdasarkan observasi sebagai akademisi maupun pejabat pemerintah. Dijelaskan bahwa alasan pertama adalah stabilitas manajemen ekonomi makro, dan alasan kedua adalah ukuran dari pasar itu sendiri.
Walaupun secara umum Indonesia memiliki populasi dan GDP (Gross Domestic Product) yang lebih kecil dibandingkan dengan Tiongkok, tetapi jumlah penduduk Indonesia berada di peringkat ke-4 terbesar di dunia dengan jumlah lebih dari 280 Juta penduduk. Hal tersebut merupakan potensi pasar yang luar biasa besar. Sejalan dengan hal tersebut, pendapatan perkapita juga meningkat, disertai jumlah penduduk kelas menengah yang meningkat. Artinya Indonesia memiliki potensi FDI yang besar.
Berbicara potensi pasar di Indonesia, Prof. Bambang mengatakan bahwa terdapat 2 jenis investasi, pertama yaitu investasi yang berorientasi pada produk dengan artian masyarakat dapat membuat dan menjual produk di Indonesia, atau yang kedua adalah berupa layanan. Apabila dilihat dari stabilitas ekonomi makro, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stagnan di angka 5%. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan yang tertinggi di antara negara-negara anggota G20, tetapi pertumbuhan relatif konstan di peringkat ke-3, di bawah Tiongkok dan India.
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup konsisten dalam resiliensi pertumbuhan ekonomi akibat dampak dari covid-19. Tercatat dari tahun 2020 pertumbuhan minus sekitar 3%, lalu pada tahun 2021 tumbuh positif menjadi sekitar 3%, akhirnya tahun 2022 kembali normal menjadi di atas 5%. Hal tersebut merupakan tanda bahwa Indonesia memiliki ambisi kalau suatu saat dapat menjadi negara maju “high income countries” dan keluar dari midle income trap yang ditargetkan pada tahun 2045, yaitu tepat 100 tahun pasca kemerdekaan Indonesia.
Salah satu caranya ialah harus memiliki pendapatan perkapita melebihi USD 13.000 (saat ini sekitar di atas USD 4000). Rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun perlu di atas 6%, meskipun peningkatan 1% rata-rata pertumbuhan per tahun tidak mudah. Oleh sebab itu Indonesia sangat membutuhkan FDI, serta berharap agar investor potensial dari Tiongkok dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia, khususnya transfer teknologi dan perilaku untuk menciptakan produktivitas yang tinggi.
Prof. Bambang mengatakan alasan pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih stagnan di angka 5% adalah ketergantungan pada konsumsi rumah tangga, walaupun factor konsumsi penting untuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Tetapi jika hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga saja, maka sebenarnya tidak cukup. Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi melalui faktor investasi dan ekspor.
Saat ini pertumbuhan ekspor relatif tinggi dan Indonesia selalu mencatat surplus di saldo perdagangan secara signifikan selama 2 tahun, dibantu harga komnoditas yang tinggi. Sedangkan Tiongkok mengalami surplus saldo perdagangan dengan jumlah yang besar. Hal itu disebabkan oleh ekspor produk yang sifatnya diolah, sehingga bukan material mentah.
Selain kondisi pertumbuhan makro, terdapat hal lain yang bisa menjadi daya tari Indonesia untuk potential investor adalah kemampuan Indonesia dalam menjaga inflasi. Mungkin dahulu, inflasi sangat sulit untuk diturunkan dan selalu di atas 10%, lalu kemudian pemerintah berupaya dapat menyentuh satu digit, setidaknya di bawah 9%. Akhirnya inflasi di Indonesia dapat menyentuh angka 5%, bahkan sekarang apabila inflasi di atas 5% sudah dianggap peringatan inflasi tinggi.
Berdasarkan data terakhir, inflasi Indonesia menyentuh angka 4.5%, dimana hal itu jauh lebih baik dari banyak negara lain. Bahkan negara-negara maju cenderung mengalami inflasi sangat tinggi. Jika kita melihat keberhasilan asia timur seperti Jepang, Korea atau bahkan Tiongkok, maka semua dimulai dari FDI yang kuat masuk berinvestasi. Tetapi negara-negara tersebut tidak hanya semata-mata mengandalkan FDI, melainkan mengembangkan ekonomi dan industrinya sendiri, sehingga pertumbuhan ekonomi berasal dari kekuatan sendiri. Seperti contohnya perekonomian Tiongkok yang tadinya sangat tertutup, hingga kemudian berkembang melakukan pembukaan ekonomi yang dicetuskan saat kepemimpinan Deng Xiaoping.
Dengan melihat jumlah penduduk yang besar di atas 1 milyar, maka investor melihat peluang dan masuk untuk berinvestasi di Indonesia. Dalam satu tahun terakhir (kuartal 1 2022 hingga kuartal 1 2023), Singapura menempati posisi ke-1 negara asing dengan jumlah investor terbesar. Kemudian diikuti oleh Tiongkok dan Hongkong. Kita paham bahwa Singapura dan Hongkong banyak perusahaan yang dimiliki oleh pengusaha atau perusahaan-perusahaan Tiongkok. Artinya sangat mungkin investor Tiongkok sesungguhnya yang menjadi investor terbesar di Indonesia.
Prof. Bambang berharap investasi Tiongkok tidak hanya tentang intensi bisnis, melainkan mampu mengubah perilaku untuk menjadi lebih produktif dan kompetitif. Jika Indonesia ingin menjaga saldo surplus, seperti yang sudah dilakukan Tiongkok begitu lama, maka salah satu kunci adalah menjadi kompetitif. Tidak sekedar perang harga jual yang murah, melainkan memiliki produk berkualitas dan layanan unggul.
SW Indonesia memiliki lini bisnis SW Business Process Outsourcing yang mendukung FDI dalam hal pendirian perusahaan dan pelaksanaan kepatuhan administrasi bisnis setelah resmi berdiri di Indonesia. Ketika perusahaan hendak melakukan ekspansi atau terlibat dalam transaksi jual-beli saham, merjer dan akuisisi, serta transaksi pendanaan stratejik lain, SW Indonesia memiliki tim berdidikasi dalam lini layanan SW Deal and Business Advisory.
Kejelasan dan kenyamanan berusaha menjadi faktor penting keberhasilan investasi di Indonesia. Posisi SW Indonesia sangat jelas dalam mendukung investasi multinasional, yaitu menjadi Gerbang Investasi Indonesia dan Poros Bisnis Asia pasifik. Dengan dukungan SW International dan anggotanya di Asia Pasifik, maka efektifitas dan efisiensi layanan SW Indonesia diharapkan dapat mendukung kemajuan perusahaan-perusahaan Tiongkok di Indonesia secara signifikan.