AKUNTANSI UNTUK IMBALAN KERJA

ABSTRAK

Makalah ini membahas PSAK 219, Standar Akuntansi Keuangan Indonesia untuk imbalan kerja, yang mencakup imbalan pascakerja, pemutusan hubungan kerja, dan jangka pendek. PSAK 219 memperkenalkan metode aktuaria yang lebih akurat untuk menilai kewajiban imbalan kerja, dengan menekankan asumsi ekonomi dan demografi yang realistis. Standar ini mengklasifikasikan imbalan menjadi empat kategori: jangka pendek, jangka panjang lainnya, pascakerja, dan imbalan pemutusan hubungan kerja. Standar ini menyempurnakan persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan untuk meningkatkan transparansi dan keandalan laporan keuangan. Perusahaan kini harus memberikan pengungkapan terperinci dan berkolaborasi dengan para ahli aktuaria. PSAK 219 juga menekankan praktik manajemen risiko. Hal ini sejalan dengan undang-undang ketenagakerjaan Indonesia, yang memastikan pelaporan kewajiban imbalan kerja yang akurat.

PSAK 219 adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang mengatur tentang imbalan kerja, termasuk imbalan pasca kerja, tunjangan akhir jabatan, dan imbalan kerja jangka pendek. PSAK 219 mengatur bagaimana perusahaan mengakui, mengukur, dan menyajikan kewajiban imbalan kerja di laporan keuangan.

PSAK 219 merupakan pembaruan signifikan terhadap akuntansi manfaat karyawan di Indonesia. Standar akuntansi baru ini lebih menekankan pada asumsi realistis tentang faktor ekonomi dan demografi yang memengaruhi pengukuran manfaat pascakerja. 

Standar ini mengharuskan perusahaan untuk menggunakan teknik aktuaria yang lebih baik dalam mengestimasi nilai kini dari kewajiban masa depan. Tujuannya untuk meningkatkan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan manfaat karyawan, khususnya manfaat pascakerja seperti pensiun dan pembayaran pesangon.

PSAK 219 mengklasifikasikan imbalan kerja menjadi: 

·  Imbalan kerja jangka pendek, yang diekpektasikan selesai dalam waktu dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan, meliputi gaji, upah, dan iuran jaminan sosial, cuti tahunan dan sakit yang dibayar, bagi hasil dan bonus, serta tunjangan non-moneter lainnya.

· Imbalan kerja jangka panjang lainnya, yang diekpektasikan selesai dalam waktu lebih dari dua belas bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan, meliputi cuti panjang berbayar seperti cuti besar, tunjangan cacat permanen, bagi hasil dan bonus jangka panjang, serta remunerasi yang ditangguhkan.

· Imbalan pasca kerja mencakup imbalan pensiun dan imbalan pascakerja lain.

· Imbalan pemutusan hubungan kerja terpisah dari imbalan kerja lain karena kewajiban tersebut timbul akibat pemutusan hubungan kerja atas permintaan pemberi kerja, bukan berdasarkan masa kerja karyawan.

Beberapa pedoman signifikan dalam PSAK 219 yang membantu Perusahaan meningkatkan transparansi dan keandalan laporan keuangan antara lain:

a.    Pengakuan dan Pengukuran Liabilitas

PSAK 219 memperkenalkan pendekatan yang lebih tepat dalam mengukur kewajiban imbalan kerja karyawan. Perusahaan diwajibkan untuk mempertimbangkan berbagai asumsi ketika menentukan nilai kini kewajiban di masa depan. Asumsi-asumsi ini harus didasarkan pada data ekonomi dan demografis yang relevan untuk memastikan akurasinya.

b.   Persyaratan Pengungkapan yang Ditingkatkan

Standar ini meningkatkan persyaratan pengungkapan untuk imbalan kerja karyawan. Perusahaan diwajibkan untuk menyediakan informasi yang lebih rinci mengenai karakteristik program imbalan kerja mereka, termasuk asumsi yang digunakan dalam perhitungan aktuaria. Transparansi yang ditingkatkan ini memungkinkan para pemangku kepentingan untuk lebih memahami dampak keuangan dari program-program tersebut.

c.    Manajemen Risiko

PSAK 219 menekankan pentingnya pengelolaan risiko yang lebih komprehensif dalam program imbalan kerja karyawan. Perusahaan diharapkan untuk lebih proaktif dalam mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko yang terkait dengan program imbalan kerja, termasuk risiko pasar, risiko kredit, dan risiko operasional. Pengelolaan risiko yang efektif membantu mengurangi volatilitas dalam laporan keuangan dan mengoptimalkan biaya imbalan kerja karyawan

Perusahaan diwajibkan untuk menjalin kolaborasi yang lebih erat dengan ahli aktuaria guna memastikan akurasi perhitungan dalam pengakuan dan pengukuran imbalan kerja karyawan serta pengungkapan yang rinci dalam laporan keuangan.

Di Indonesia, tunjangan karyawan diatur oleh Undang-Undang No.6 Tahun 2023 tentang Cipta kerja, yang mencakup upah minimum, jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan), upah lembur, cuti tahunan berbayar, cuti sakit dan cuti melahirkan, tunjangan hari raya (THR), dan pesangon dan uang pensiun. PSAK 219 Imbalan Kerja menyediakan pedoman bagaimana Perusahaan mengakui berbagai jenis imbalan kerja dan kelayakan penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.

Author

  • As the webmaster and author for SW Indonesia, I am dedicated to providing informative and insightful content related to accounting, taxation, and business practices in Indonesia. With a strong background in web management and a deep understanding of the accounting industry, my aim is to deliver valuable knowledge and resources to our audience. From articles on VAT regulations to tips for e-commerce taxation, I strive to help businesses navigate the complexities of the Indonesian tax system. Trust SW Indonesia as your go-to source for reliable and up-to-date information, empowering you to make informed decisions and drive success in your business ventures.

    View all posts

Related Article

REGULATION OF MINIMUM WAGE

REGULATION OF MINIMUM WAGE

Aug 1, 20255 min read

EMPLOYEE INCOME TAX

EMPLOYEE INCOME TAX

Jul 29, 20255 min read