PERDAGANGAN KARBON DI INDONESIA

Perdagangan karbon merupakan salah satu mekanisme yang memberikan hak kepada suatu negara untuk melakukan jual beli unit karbon (tradable emission rights). Unit karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat, satu unit karbon setara dengan satu ton ekuivalen karbon dioksida. Di Indonesia, dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2021 didefinisikan bahwa perdagangan karbon adalah sebuah mekanisme berbasiskan pasar guna mengurangi emisi GRK lewat kegiatan jual beli unit karbon. Adanya perdagangan karbon diharapkan berkontribusi pada penurunan emisi karbon nasional.

Perdagangan unit karbon di Indonesia didominasi oleh subsektor pembangkit tenaga listrik. Saat ini ada 99 PLTU batubara yang berpotensi ikut perdagangan karbon (86% dari total PLTU batubara). Kedepannya pemerintah berharap subsektor perhutanan, pertanian, limbah, migas, industri umum, dan kelautan dapat turut serta bertransaksi di bursa karbon.

Beberapa urgensi bagi sebuah perusahaan untuk membeli unit karbon:

  • Memenuhi standar Environmental, Social, and Governance (ESG) yang saat ini merupakan standar global untuk mendapatkan pendanaan dari investor atau mendapatkan pendanaan dari perbankan atau investor dengan bunga yang lebih rendah.
  • Komitmen dari perusahaan untuk mencapai net zero emission. 
  • Pajak karbon yang akan segera diterapkan di Indonesia pada tahun 2025. Apabila suatu perusahaan menghasilkan emisi karbon melebihi jumlah yang telah ditetapakan oleh pemerintah maka terdapat dua opsi, membeli unit karbon atau dikenakan pajak karbon atas perusahaan tersebut.

Perdagangan karbon tidak jauh berbeda dengan jual beli pada umumnya, dimana yang menjadi perbedaan utama terletak pada komoditas yang diperdagangkan, yaitu emisi karbon. Secara esensial, perdagangan emisi berlaku untuk bisnis dan/atau aktivitas dengan batas atas emisi GRK yang ditetapkan oleh pemerintah, di mana perusahaan membayar untuk melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi dengan harga tertentu, disebut kredit karbon. Sementara itu mekanisme offset atau pengurangan emisi GRK berlaku untuk bisnis dan/atau aktivitas yang tidak memiliki batas atas emisi GRK, namun secara sukarela berusaha mencapai target tertentu untuk pengurangan emisi di luar sektor-sektor yang diatur oleh pemerintah. 

Biasanya yang menjadi pihak pembeli emisi karbon adalah negara maju dan industri besar, sedangkan yang menjadi pihak penjual adalah penjual sertifikat di negara berkembang yang memiliki hutan besar sebagai penyerap karbon dioksida. 

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (“KLHK No. 21/2022”) mengatur bahwa perdagangan karbon di Indonesia dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri dan luar negeri, melalui perdagangan emisi dan pengurangan emisi GRK. Kedua mekanisme ini diterapkan melalui bursa karbon dan/atau perdagangan langsung. 

Agar pelaku bisnis dapat terlibat dalam perdagangan karbon, mereka harus terlebih dahulu mendaftar melalui SRN PPI. Setelah terdaftar, pelaku bisnis dapat menggunakan mekanisme-mekanisme berikut untuk terlibat dalam perdagangan karbon, yang harus sesuai dengan rencana aksi perdagangan karbon yang ditetapkan oleh pemerintah: 

  1. memperoleh SPE-GRK untuk perdagangan karbon lintas sektor;
  2. mencapai target NDC; dan
  3. memperoleh izin dari Kementerian.

Sebelum terlibat dalam perdagangan karbon luar negeri, penjual harus mendapatkan persetujuan dari Menteri. Penjual harus mengajukan permohonan kepada kementerian, beserta proposal dan perjanjian kerjasama terkait perdagangan karbon. Aplikasi pelaku bisnis untuk melakukan perdagangan karbon luar negeri akan disetujui berdasarkan pencapaian target NDC dalam negeri dan apakah proyek tersebut dianggap layak untuk dijual dalam skala internasional. Persetujuan Menteri tidak diperlukan untuk perdagangan karbon dalam negeri.

Bursa Karbon Di Indonesia

Bursa Karbon di Indonesia hadir sebagai implikasi dari perluasan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berupa pengaturan dan pengawasan perdagangan karbon melalui bursa karbon sebagai amanat undang-undang. OJK menerbitkan POJK No 14 tahun 2023 tentang perdaganan karbon melalui Bursa Karbon dan surat edaran OJK tentang tata cara perdagangan melalui Bursa Karbon. OJK menunjuk PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara bursa karbon di Indonesia. 

Komoditas yang diperdagangkan dalam Bursa Karbon di Indonesia berupa Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi bagi Pelaku Usaha (PTBAE-PU). SPE-GRK merupakan surat bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah melalui pengukuran, pelaporan, dan verifikasi, serta tercatat dalam SRN PPI dalam bentuk nomor dan/atau kode registri. Sedangkan PTBAE-PU adalah penetapan batas atas emisi GRK bagi pelaku usaha dan/atau penetapan kuota emisi dalam periode penaatan tertentu bagi setiap pelaku usaha

BEI memiliki kewajiban untuk membuat peraturan tentang pengguna jasa, unit karbon yang diperdagangkan, perdagangan dan pengawasan perdagangan. Pada tanggal 20 September 2023, BEI mengeluarkan dan memberlakukan Surat Keputusan yang mengatur mengenai peraturan Pengguna Jasa Bursa Karbon (“PJBK”). Surat Nomor (Kep-00297/BEI/09-2023) tertanggal 20 September 2023. Secara umum PJBK dapat berbentuk badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing. 

PJBK sendiri dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis pihak, yakni:

  1. Pelaku Usaha Pedagang Emisi 

Pelaku Usaha jenis ini adalah badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu yang mendapat alokasi PTBAE-PU, yang mana alokasi tersebut diperoleh melalui pembelian di Pasar Lelang PBK. Pelaku Usaha Pedagang Emisi dapat melakukan penjualan dan pembelian PTBAE-PU di Pasar Reguler PBK dan Pasar Negosiasi PBK; melakukan penjualan dan pembelian SPE-GRK di Pasar Reguler PBK dan Pasar Negosiasi PBK; melakukan pembelian SPE-GRK di Pasar Lelang PBK dan Pasar Non-Reguler PBK; serta dapat melakukan penyerahan (surrender) atau PTBAE-PU dan penggunaan (retirement) atas SPE-GRK.

  1. Pelaku Usaha Non-Pedagang Emisi

Pelaku Usaha jenis ini adalah badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu yang tidak mendapat alokasi PTBAE-PU. Berbeda dengan Pelaku Usaha Pedagang Emisi, Pelaku Usaha Non Pedagang Emisi tidak dapat melakukan penjualan dan pembelian PTBAE-PU dan hanya dapat melakukan penggunaan (retirement) atas SPE-GRK. Namun, Pelaku Usaha Non-Pedagang Emisi dapat mekakukan penjualan pembelian SPE-SRK di Pasar Reguler PBK dan Pasar Negosiasi PBK serta dapat melakukan pembelian SPE-GRK di Pasar Lelang PBK dan Pasar Non-Reguler PBK.

  1. Pemilik Proyek

Pemilik proyek adalah badan usaha yang melakukan penjualan pertama atau pihak yang memiliki hak untuk melakukan penjualan pertama atas SPE-GRK di Bursa Karbon. Adapun kewajiban yang harus dilakukan sebagai Pemilik Proyek adalah untuk melakukan proses pendaftaran SPE-GRK sesuai peraturan mengenai pendaftaran Unit Karbon serta dapat melakukan penjualan SPE-GRK di Pasar Lelang PBK dan Pasar Non-Reguler PBK. 

  1. Pihak lain yang telah mendapatkan persetujuan dari OJK 

Pihak atau pelaku usaha yang mempunyai kewajiban dan/atau memiliki komitmen untuk secara sukarela menurunkan emisi GRK dapat menjadi Pengguna Jasa Bursa Karbon dengan mendaftar sebagai PJBK dan membeli Unit Karbon yang tersedia. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon PJBK adalah sebagai berikut:

  1. Perusahaan memiliki petugas yang bertanggung jawab atas penggunaan sarana yang disediakan oleh PBK;
  2. Perusahaan mengikuti pelatihan terkait Bursa Karbon yang diselenggarakan oleh PBK;
  3. Perusahaan memiliki alamat surat elektronik dengan menggunakan nama domain Perusahaan;
  4. Perusahaan memiliki paling kurang 2 (dua) orang user pengguna jasa karbon yang mewakili PJBK yang telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PBK;
  5. Perusahaan membayar biaya pendaftaran sebagai PJBK;
  6. Perusahaan memiliki rekening di bank yang terhubung dengan sistem BI-FAST dan BI-RTGS;
  7. Perusahaan memiliki laporan keuangan tahunan 1 (satu) tahun buku terakhir;
  8. Perusahaan memiliki tambahan dokumen untuk Pengguna Jasa lokal seperti anggaran dasar, NPWP dan NIB;
  9. Perusahaan memiliki tambahan dokumen untuk Pengguna Jasa asing atau memiliki Legal Entity Indetifier (LEI) yang terdaftar di Regulatory Oversight Committee (ROC). 

Penyelenggaraan Bursa Karbon menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk berkontribusi pada upaya global untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 45% tahun 2030 dan pada akhirnya menjadi nol pada tahun 2050.

Author

  • As the webmaster and author for SW Indonesia, I am dedicated to providing informative and insightful content related to accounting, taxation, and business practices in Indonesia. With a strong background in web management and a deep understanding of the accounting industry, my aim is to deliver valuable knowledge and resources to our audience. From articles on VAT regulations to tips for e-commerce taxation, I strive to help businesses navigate the complexities of the Indonesian tax system. Trust SW Indonesia as your go-to source for reliable and up-to-date information, empowering you to make informed decisions and drive success in your business ventures.

    View all posts

Related Article